Category Archives: Cita-cita Kemerdekaan

Bangun Bangsa Dengan Keteladanan Jenderal Besar TNI (Purn) DR (Hc) H. A H Nasution (Pahlawan Nasional)

Gambar

(lahir di sumatera, 3 Desember 1918 – meninggal di jakarta, 6 September 2000 pada umur 81 tahun)

Sebagai seorang tokoh militer, Nasution sangat dikenal sebagai ahli perang gerilya alias pencetus tidak sekedar serdadu biasa. Pak Nas demikian sebutannya dikenal juga sebagai penggagas dwifungsi ABRI sebagai modal orde baru yang mengantarkan tokoh-tokoh militer pada peran strategis bangsa yang kemudian membunuh beliau secara politik oleh orba .

Orde baru yang ikut didirikannya (walaupun ia hanya sesaat sahaja berperan di dalamnya) telah menafsirkan konsep dwifungsi itu ke dalam peran ganda militer yang sangat represif & eksesif. Selain konsep dwifungsi ABRI, ia juga dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya.

Tahun 1940 sebelum merdeka, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, ia ikut mendaftar. Ia kemudian menjadi pembantu letnan di Surabaya. Pada 1942, ia mengalami pertempuran pertamanya saat melawan jepang di Surabaya. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Nasution bersama para pemuda eks-PETA mendirikan Badan Keamanan Rakyat yang memiliki kepekaan terhadap rasa aman dan atau kondusifitas rakyat Indonesia yang tidak merupakan kumpulan preman dari kelompok tertentu yang hanya mementingkan kelompok sahaja.

Pada Maret 1946, ia diangkat menjadi Panglima Divisi III/Priangan. Mei 1946, ia dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jenderal Soedirman). Sebulan kemudian jabatan “Wapangsar” dihapus dan ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di penghujung tahun 1949, ia diangkat menjadi KASAD.

Adalah merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia, bahwa bangsa kita pernah dikaruniai seorang putra bangsa sekaliber almarhum Jenderal Besar TNI (Purn) DR (Hc) H. A H Nasution, seorang Jenderal yang sangat lurus bersahaja. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa beliau merupakan salah satu peletak dasar-dasar pembentukan TNI, khususnya TNI AD.

Beliau juga merupakan sosok pemikir sejati, dimana buku beliau yang fenomenal, yakni “Pokok-Pokok Perang Gerilya” (Fundamentals of Guerilla Warfare) telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, serta merta  menjadi bacaan wajib di banyak akademi militer di berbagai belahan dunia yang ditulisnya sendiri tidak dituliskan orang sehingga berpotensi ditambah dikurangi yang mengaburkan makna pemikiran sebenarnya.

Kita akan coba ingat kembali nukilan wawancara beliau dengan media pada bulan Desember 1995. Dimana wawancara itu cukup menarik, karena banyak memberikan jawaban terhadap tuduhan-tuduhan yang selama ini ditujukan kepada beliau. Dalam wawancara itu, beliau juga memberikan pemaparan yang lugas tentang bagaimana sebaiknya sikap seorang warganegara dalam beragama & berbangsa.

Setelah membaca pemaran beliau lewat media, MM Partahian Harahap SE Ak secara pribadi –bukan institusi apalagi golongan- sangat setuju dengan pendapat beliau, bahwa kebangsaan bukan berarti penyamarataan maupun penyeragaman total yang menghilangkan serta memangkas habis perbedaan. Perbedaan suku, agama, ras serta golongan itu adalah lumrah, justru merupakan kekayaan sekaligus kekuatan bagi bangsa kita.

Seorang warga negara tidak harus menanggalkan kesukuan maupun keagamaan serta identitas lain yang melekat pada dirinya hanya atas nama persatuan. Bukan persatuan semacam itu yang dikehendaki dan atau dimaksudkan oleh founding fathers bangsa kita. Justru karena pada hakikatnya berbeda itulah dinamakan “persatuan”, karena sesuatu memang disatukan disebabkan pada hakikatnya berbeda.

Almarhum Jenderal Besar TNI (Purn) DR (Hc) A H Nasution, sebagai salah seorang putera terbaik bangsa, yang pengabdian serta pengorbanannya kepada bangsa ini tidak diragukan lagi, dimana beliau benar-benar dengan nyata (tidak sekedar wacana dan atau mati konyol tertembak tanpa perlawanan) telah berkorban dengan jiwa, keluarga & harta benda, sangat patut kita teladani, dan atau kita tidak bisa meneladani seseorang tanpa lebih dulu mengenalinya.

Tulisan ini adalah salah satu upaya bagi kita agar kita tidak lupa sejarah, tidak lupa kepada para pendahulu kita, agar kita ingat, bahwa hari ini tidak datang begitu sahaja, melainkan didahului oleh hari-hari di masa lampau dimana para pendahulu kita telah berjuang & berkarya memberikan hasil pengabdian maksimal kepada bangsa.

Eka Trisna Edyanti (cucu alm) dalam sambutan singkatnya pada acara ulang tahun Jenderal TNI Purn. DR (Hc) H. Abdul Haris Nasution pada genap usia 77 tahun, tak sanggup menahan tangis. Air matanya deras meleleh membasahi pipinya. “Saya tak akan melupakan pesan-pesan Opa agar bersujud syukur saat gembira & berwudlu saat sedih,” katanya.

Pak Nas pun tak kuasa menahan haru mendengar sambutan cucunya itu. Matanya tampak berkaca-kaca. Bahkan terlihat air mata itu mulai menggantung di kelopak matanya. Menurut Pak Nas — panggilan akrab A.H. Nasution — yang dimasa tuanya hidup tenang bersama istrinya Johana Sunarti, semula ia tidak ada niatan untuk memestakan hari ulang tahunnya. Namun karena desakan keempat cucunya — Eka Trisna Edyanti (Edi), Marisa Edyana (Icha), Marina Edyana (Ina), Vita, akhirnya ia pun menyerah.

Masih menurut Pak Nas, yang terpenting dari peringatan hari ulang tahun adalah bagaimana kita bisa mensyukuri nikmat Allah SWT yang berupa panjang usia itu. Dan cara mensyukurinya adalah dengan memperbanyak amal saleh.

Pak Nas lalu mengutip sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang panjang usianya dan banyak amal salehnya, dan seburuk-buruk manusia adalah yang panjang usianya tapi buruk perbuatannya.”

Berbagai pesan moral itu selalu ia pompakan kepada anak-cucunya, bahkan juga kepada anak buahnya ketika ia masih aktif mengemban tugas. Menurut beberapa kenalannya, Pak Nas memang dikenal sebagai tokoh yang “bersih” bermoral, baik ketika masih aktif maupun setelah di luar dinas. “Dalam politik, akhlaqlah yang harus menjadi panglima. Mulailah sesuatu dengan ketaqwaan,” ujarnya kepada media.

Pesan-pesan moralnya tidak hanya terlihat dari jejak langkahnya, tapi juga dari puluhan buku yang ditulisnya sendiri. Karena itu dalam ulang tahunnya yang ke-77, ia justru memberikan sebendel tulisan. Tulisan yang ketika itu masih berupa ketikan di atas kertas HVS. Dalam map warna hijau, pesan-pesan itu terkumpul dalam 3 tema: biografi dirinya yang akan dicetak sebuah penerbitan, sebuah tulisan yang ditujukan buat generasi muda dalam rangka 50 tahun Indonesia merdeka, serta tentang Esa Hilang Dua Terbilang.

“Apa yang tertulis dalam kumpulan buku pesan-pesan saya itu, baca dan atau pelajari. Saya akan kontrol sampai di mana dipelajari & dihayati. Dan jangan ditunda-tunda,” tutur Pak Nas kepada para cucunya. Bendelan tulisan itu diterima cucunya, Edi.

“Tulisan itu agar dibaca semua cucu & pacarnya,” kata Bu Nas menimpali.

Mantan Ketua MPRS ini juga dikenal akan kesederhanaannya. Selain memberikan hadiah tulisan buat para cucunya, Pak Nas juga memberikan bingkisan kepada pembantunya, Alba. Lelaki ini selalu telaten mengurus Pak Nas yang mulai uzur. “Setiap shalat lima waktu, dia selalu menunggui saya,” komentar Pak Nas tentang pembantunya itu.

Lagu-lagu lama maupun lagu-lagu Tapanuli meramaikan suasana. Tapi yang membuat hadirin bertepuk tangan justru ketika Bu Nas meminta lagu Halo-Halo Bandung. “Ini untuk mengenang masa cinta saya dengan Bapak,” tutur Bu Nas yang bertemu Pak Nas di Bandung.

Pak Nas lahir di Hutapungkut, Kotanopan, Tapanuli, 3 Desember 1918. Pria yang pernah menjadi guru partikelir di Bengkulu ini merupakan salah satu peletak dasar pembangunan TNI AD. Ia juga pernah menjadi Wakil Panglima Besar mendampingi Panglima Besar Soedirman.

Pria Tapanuli ini lebih menjadi seorang jenderal idealis yang taat beribadat. Ia tak pernah tergiur terjun ke bisnis yang bisa memberinya kekayaan materi. Kalau ada jenderal yang mengalami kesulitan air bersih sehari-hari di rumahnya, Pak Nas orangnya.

Tangan-tangan terselubung memutus aliran air PAM ke rumahnya, tak lama setelah Pak Nas pensiun dari militer. Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, keluarga Pak Nas terpaksa membuat sumur di belakang rumah.

Memang tragis. Pak Nas pernah bertahun-tahun dikucilkan dan dianggap sebagai musuh politik pemerintah Orba. Padahal Pak Nas sendiri menjadi tonggak lahirnya Orba. Ia sendiri hampir jadi korban pasukan pemberontak yang dipimpin Kolonel Latief. Pak Nas-lah yang memimpin sidang istimewa MPRS yang memberhentikan Bung Karno dari jabatan presiden, tahun 1967.

Ketua MPRS Jenderal AH Nasution melantik Soeharto sebagai Presiden RI kedua tahun 1967. Ironisnya Nasution kemudian menjadi salah satu pengkritik Soeharto yang paling vokal setelah kecewa dengan Soeharto.

Pak Nas, di usia tuanya, dua kali meneteskan air mata. Pertama, ketika melepas jenazah tujuh Pahlawan Revolusi awal Oktober 1965. Kedua, ketika menerima pengurus pimpinan KNPI yang datang ke rumahnya berkenaan dengan penulisan buku, Bunga Rampai TNI, Antara Hujatan dan Harapan.

Apakah yang membuatnya meneteskan air mata? Sebagai penggagas Dwi Fungsi ABRI, Pak Nas ikut merasa bersalah, konsepnya dihujat karena peran ganda militer selama Orba yang sangat represif  & eksesif. Peran tentara menyimpang dari konsep dasar, lebih menjadi pembela penguasa ketimbang rakyat yang membuat Pak Nas menjadi salah seorang penandatangan Petisi 50, musuh nomor wahid penguasa Orba.

Namun sebagai penebus dosa, Presiden Soeharto, selain untuk dirinya sendiri, memberi gelar Jenderal Besar kepada Pak Nas menjelang akhir hayatnya. Meski pernah “dimusuhi” penguasa Orba, Pak Nas tidak menyangkal peran Pak Harto memimpin pasukan Wehrkreise melancarkan Serangan Umum ke Yogyakarta, 1 Maret 1949. Dimusuhi tidak membuat Pak Nas menapikan peran Soeharto.

Pak Nas dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya melawan kolonialisme Belanda. Tentang berbagai gagasan & konsep perang gerilyanya, Pak Nas menulis sebuah buku fenomenal, Strategy of Guerrilla Warfare. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing, jadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite bagi militer dunia, West Point Amerika Serikat (AS). Dan, Pak Nas tak pernah mengelak sebagai konseptor Dwi Fungsi ABRI yang dikutuk di era reformasi. Soalnya, praktik Dwi Fungsi ABRI menyimpang jauh dari konsep dasar yang lahir dari benak Pak Nas.

Jenderal Besar Nasution menghembuskan nafas terakhir di RS Gatot Subroto, pukul 07.30 WIB (9/9-2000), pada bulan yang sama ia masuk daftar PKI untuk dibunuh. Ia nyaris tewas bersama mendiang putrinya, Ade Irma, ketika pemberontakan PKI (G-30-S) meletus kembali tahun 1965. Tahun 1948, Pak Nas memimpin pasukan Siliwangi yang menumpas habis pemberontakan PKI di Madiun.

Usai tugas memimpin MPRS tahun 1972, jenderal besar yang pernah 13 tahun duduk di posisi kunci TNI ini, tersisih dari panggung kekuasaan. Ia lalu menyibukkan diri menulis memoar.

Sampai pertengahan 1986, lima dari tujuh jilid memoar perjuangan Pak Nas telah beredar luas. Kelima memoarnya, Kenangan Masa Muda, Kenangan Masa Gerilya, Memenuhi Panggilan Tugas, Masa Pancaroba, Masa Orla. Dua lagi memoarya, Masa Kebangkitan Orba dan Masa Purnawirawan, sedang dalam persiapan ketika itu. Masih ada beberapa bukunya yang terbit sebelumnya, seperti Pokok-Pokok Gerilya, TNI (dua jilid), dan Sekitar Perang Kemerdekaan (11 jilid).

Ia dibesarkan dalam keluarga tani yang taat beribadat. Ayahnya anggota pergerakan Sarekat Islam di Kotanopan, Tapanuli Selatan. Pak Nas senang membaca cerita sejarah. Anak kedua dari tujuh bersaudara ini melahap buku-buku sejarah, dari Nabi Muhammad SAW sampai perang kemerdekaan Belanda & Prancis.

Pak Nas, panggilan akrabnya, merupakan salah satu tokoh paling senior di Petisi 50. Rekam jejak Pak Nas sejak perang kemerdekaan tak diragukan lagi. Dia adalah konseptor perang gerilya & pejuang kemerdekaan yang tidak mati sia-sia dikaruniai umur panjang dalam memberi keteladanan kepada bangsa kita. Merdeka…!!!

Konsep Pembangunan Desa Adalah Cita-cita Para Pejuang Kemerdekaan Yang Tidak Boleh Dilupakan!!!

Kaaalaaauuu kita bisa berpikir rasional seperti apa konsep pembangunan Negara yang sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945?, konsep pembangunan kerakyatan yang digaungkan pada sepanjang kampanye calon gubsu DR Chairuman Harahap SH MH dalam program yang diusungnya untuk membangun keeemmmbaaaliii sumatera utara memang benar merupakan konsep pembangunan yang paling tepat!, apakah benar konsepnya akan menyentuh dan berpihak pada rakyat? Mari kita tela’ah, menganggarkan 1 miliyar 1 desa 1 salah rencana strategis dalam percepatan pembangunan desa. Secara teknis ini sangat mungkin dengan APBD sumut. Jangan terjebak dalam polemik neoliberalisme saatnya ekonomi kerakyatan pembangunan dimulai dari desa sebagai pilihan sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar ”…segenap tanah, air dan segala yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara, dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, selama ini apakah sudah terlaksana? Jika dimengerti secara mendasar, mendayagunakan lahan dan lautan dalam arti sebenarnya, adalah menjamin pangsa pasar atas produk-produk lahan dan lautan. Memberdayakan masyarakat dan sumber daya alam yang sesungguhnya bagi daerah Agraris dan Maritim, adalah mengembangkan dan mengoptimalkan segenap usaha, pemikiran dan mobilisasi sumberdaya modal/kapital serta manusia, demi pemanfaatan sebesar-besarnya potensi sumber daya alam lahan dan lautan Karena jika dianalisis, dari sekian banyak program pembangunan pertanian, perikanan, dan peternakan yang pernah digulirkan pemerintah, ujungnya kegagalan, berpangkal pada kegagalan pemerintah dalam menjamin pangsa pasar. Orientasi pendayagunaan lahan dan lautan pada millennium ini harus sepenuhnya berorientasi pada penggunaannya sebagai bahan baku industri, kalaupun untuk kepentingan konsumsi harus sudah melalui proses dengan sentuhan industri. Hanya dengan cara ini akan diperoleh nilai tambah secara signifikan terhadap produk-produk pertanian dan kelautan. Dibutuhkan konsep industrialisasi yang benar-benar menerapkan konsep link and match dalam arti sebenarnya. Dibutuhkan penyegaran pemahaman terhadap pengusaha, bahwa mendayagunakan rakyat sebagai sumber raw materials adalah jalan langgeng membangun usaha mereka. Dalam tatanan pemerintahan, tidak ada tanah dan tidak ada lautan yang tidak masuk menjadi wilayah sebuah desa / kelurahan, lebih jauh bisa dikatakan, tidak ada wilayah dari negeri ini yang tidak dijelajahi oleh penduduk desa. Paradigma pembangunan yang selama ini berkembang dan dianut sudah selayaknya dirubah. Konsep strategis pembangunan harus mengarah ke desa untuk memudahkan kehidupan di perkotaan. Dalam arti yang lebih menyeluruh, konsep pembangunan negara kita kedepan, harus berorientasi pada perkuatan pemerintahan desa dan kelurahan. Jauh sebelum kemerdekaan, tepatnya antara 1935-1941, ketika hidup di tengah pembuangan di Digul dan Banda Neira, proklamator bangsa Bung Hatta sudah menulis banyak soal pembangunan desa. Gagasan Bung Hatta itu tertuang dalam salah satu tulisannya di buku “Beberapa Fasal Ekonomi” selengkapnya baca link dibawah. Horas…3x…mazua…zua…!!!

http://www.berdikarionline.com/tokoh/pemikiran-ekonomi/20120104/bung-hatta-dan-konsep-membangun-desa.html

Aparat Negara Wajib Memiliki Jiwa Melayani Kelas Excellent Melebihi Apa Yang Di Harapkan Dalam Artian Positif .

Pada dasarnya pelayanan adalah demi kepuasan pelanggan (Masyarakat) maka dalam setiap penyajian produk apapun-termasuk pendidikan, kesehatan, infratsruktur terlebih pemberdayaan ekonomi kerakyatan-harus dinilai apakah produk yang kita berikan sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam hal ini pelanggan dapat memperoleh pelayanan yang ”basic” sahaja sifatnya, atau kalau lebih baik dan sesuai dengan harapannya kita sebut ”expected”, yang paling baik tentu kalau pelanggan mendapat pelayanan di atas yang dia harapkan, disebut ”excellent”.

Aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, diharapkan memahami bahwa dirinya adalah bertugas melayani bukan untuk dilayani masyarakat, oleh karenanya hendaknya dapat diberikan pelayanan yang prima, dalam arti :

1.    Sensitif & responsive terhadap tuntutan masyarakat, tantangan maupun peluang – peluang untuk peningkatan.

2.   Inovatif kreatif dalam memberikan pelayanan yang bermutu tinggi & memuaskan.

3.   Mempunyai visi ke depan, apa sesungguhnya yang ingin diwujudkan serta dapat mempertimbangkan kemungkinan – kemungkinan adanya resiko serta mengelola dengan mereduksi maupun meminimalkan resiko dengan baik.

4.   Mampu memanfaatkan dengan baik sumber daya yang tersedia dengan metode ilmiah yang sesuai.

5.   Mampu memecahkan masalah yang timbul serta mengambil keputusan dalam upaya peningkatan pelayanan yang bermutu.

Karakter yang diwariskan oleh seorang raja sangat sulit untuk memberi empati terhadap jiwa melayani dengan sungguh-sungguh karena sesungguhnya hidup raja sangatlah tergantung dengan berbagai pelayanan orang-orang yang menghambakan diri dan atau dihambakan dalam sistem kerajaan. Perjalanan sejarah membuktikan bahwa sistem kerajaan tidak sesuai dengan karakter bangsa indonesia yang multi RAS  dalam mewujudkan pembangunan manusia sebagai manusia seutuhnya dengan berprikemanusiaan yang layak sampai kerajaan yang membawa bendera agama sekalipun sehingga dari sabang sampai merauke sepakat untuk memerdekakan bangsa Indonesia secara republik yang mengusung demokrasi sebagai sistem dengan membangun rumusan dasar negara pancasila dan UUD 1945. Sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia yang diprakarsai sumpah pemuda dengan ikrar satu bahasa bangsa Indonesia. Artinya gerakan pelestarian sistem kerajaan dalam mengisi kemerdekaan dari sabang sampai  merauke merupakan perlawanan dan atau penistaan terhadap proklamasi kemerderkaan berikut nilai-niali luhur pancasila dan UUD 1945 yang perlu dilawan dalam kerangka bela negara sesuai amanat UUD 1945. Namun peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan yang ada ditanah air gak ada salahnya dilakukan pemugaran sebagai aset bangsa bernilai wisata sejarah yang tidak layak diwarisi siapapun karena gak mungkin menggunakan uang negara dalam mengurus harta pribadi seseorang artinya sudah merupakan harta ganimah atas kedaulatan bangsa Indonesia sehingga merupakan kekayaan seluruh warga negara Indonesia yang secara hukum dinyatakan dalam UU merupakan orang Indonesia asli dan atau orang asing yang diakui kewarganegaraannya secara hukum. Hidupkan imajinasi janganlah hidup dalam imajinasi itu gila namanya. Mindset ini penting karena dalam membangun bangsa kita perlu uniform. Salam NKRI

Menelisik Prahara Korupsi Di Indonesia Yang Memperihatinkan!!! Indonesia? Kenapa Masuk Dalam Daftar 100 Negara Terkorup Dunia Sementara Wujudnya Seakan Antara Ada Dan Tiada Ditanah Air?

Pada system pelelangan terbuka yang diberlakuakn pemerintah daerah sepertinya masih ada potensi keputusan yang dipaksakan oleh panitia entah dengan alasan apapun itu yang jelas ada kaitannya dengan KKN-lah. Seperti dalam Lelang sebuah proyek misalkan jelas bahwa pembukaan lelang si A menang dengan nilai paling rendah anggap sahaja Rp 4,2 Milyar, tetapi setelah dievaluasi A tetap menang dengan nilainya yang melonjak drastis menjadi 5,9 Milyar. Padahal penawaran lainnya ada yang sebesar Rp 4,8 Milyar atau Rp 5,8 Milyar yang semestinya lebih efisien. Artinya terjadi perubahan mencapai 30%. Apakah itu proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), proyek jembatan layang (play over), proyek pengadaan buku SD-SMA, proyek jalan lingkar, proyek pembangunan kembali Pasar-pasar tradisional dll. Proyek-proyek dengan nilai kecil juga tak luput dari sergapan para koruptor. Misalnya, tentang jual-beli trayek angkutan umum. Sesuai dengan peraturan, tarif trayek misal Rp 175 ribu per trayek per kendaraan namun bisa diperjualbelikan hingga Rp 5 juta per trayek. Disini peran kepala daerah dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah harus mampu menempatkan diri berani transparan terlepas dengan pro kontra yang bakal terjadi, seperti dengan membuat draft Keputusan kepala daerah mengenai perijinan terkait dengan investasi. Mengeluarkan produk berupa Insentif Untuk Investasi (IUI) untuk pajak dan retribusi daerah. Produk ini membuat semacam fasilitas atau insentif bagi investor katakanlah dengan potongan 30% baik untuk tax rate regional atau pun retribusi. Begitu juga dengan pengadaan barang dan jasa yang rentan dikorupsi dengan berbagai model dan atau  modus operandi seperti pengadaan Mobil Pemadam Kebakaran, pengadaan Buku Pelajaran oleh Dinas Pendidikan, kasus penyimpangan dana di tingkat kelurahan berupa penyimpangan dana desa dll. Seperti masuk ke rekening perorangan yang seharusnya sesuai prosedur yang ada, dana tersebut harus masuk ke nomor rekening atas nama perusahaan yang tercantum pada waktu prakualifikasi berkas. Selain masuk ke rekening perorangan berpotensi terjadi penyimpangan dalam pencatatan dana. bahwa kolusi memang sangat banyak terjadi pada proyek pengadaan barang dan jasa, dan dalam kasus ini yang terjadi adalah karena kesalahan prosedur berupa penunjukan langsung dan terjadinya mark up.  Namun demikian, MM Partahian Harahap SE Ak sebagai pemerhati social, pendidikan, dan ekonomi lemah yang juga aktivis kampus serta berbagai LSM ditanah air melihat yang menjadi penyebab rentan terjadi kasus korupsi karena adanya ketakutan warga atau perorangan untuk melaporkan kasus korupsi itu sendiri. Memang  yang biasanya melapor untuk kasus-kasus seperti ini adalah LSM atau orang-orang yang mengatasnamakan sebuah lembaga padahal UU sebenarnya juga membuka ruang untuk perorangan. Prilaku-prilaku korupsi lainnya di sekitar keseharian masyarakat bahwa korupsi disebabkan adanya pihak ketiga atau lebih sering disebut sebagai calo. Situasi itu terjadi karena kecenderungan dari pengguna lebih memilih menggunakan jasa calo atau biro jasa dengan alasan kepraktisan karena kesibukan, yang secara tidak langsung telah memberikan kesempatan yang mendorong terjadinya korupsi.

Pemberantasan korupsi tidak bisa dilepaskan dari komitmen seorang pemimpin suatu daerah. Beberapa usaha yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengoperasionalkan misi dan Komitmen Terhadap Korupsi tersebut antara lain dengan membuat sebuah kelembagaan ombudsman. Program ini merupakan program kerjasama antara 3 lembaga yang terdiri dari Pemda, perguruan tinggi dan swasta seperti provider telekomuniaksi. Teknisnya program ini dijalankan untuk menampung keluhan-keluhan masyarakat seputar masalah yang mereka hadapi melalui akses Electronical Ombudsman. Namun program ini berpotensi kurang berjalan dengan baik bila terbentur sistem operator yang hanya satu arah sahaja yakni menggunakan 1 provider. Hal itu menjadi hambatan sendiri melihat mayoritas provider pengguna telepon seluler di daerah yang beragam. bisa juga dengan membuka sambungan langsung masyarakat melalui nomor telpon pribadi kepala daerah yang tujuannya adalah apabila ada keluhan maka bisa langsung ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas Daerah (Bawasda) untuk melakukan cek langsung ke lapangan.

Kita tidak menampik komitmen pemimpin selama ini mungkin sudah cukup baik. Dimana pemerintah daerah sudah berupaya untuk meminimalkan korupsi terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa, salah satunya adalah dengan mengadakan lelang terbuka, menghapus metode lama seperti pembagian proyek yang penuh dengan kolusi. Kita juga melihat pihak swasta maupun pemerintah sudah berkomitmen untuk melangkah ke arah reformasi dengan mewujudkan transparansi dalam segala hal.

Persoalannya toh negara kita masih masuk dalam daftar 100 negara terkorup dunia, kita tidaklah secepat membalik telapak tangan untuk merasa difitnah karena memang kemiskinan kesenjangan kesejahteraan masyarakat kita masih sangat mudah untuk dijumpai dari sabang sampai merauke yang memberi isyarat bagi kita semua sebagai dampak pengelolaan negara yang kurang baik seperti masih adanya korupsi  bergentayangan dimana-mana dengan berbagai bentuk wujud yang tidak jelas bak syetan kehidupan.

Pemerintah mestinya menaruh harapan pada rakyat untuk ikut berperan aktif dan memiliki inisiatif dalam pembangunan daerah, dengan cara ikut mengawasi proses pembangunan yang sedang berjalan. Komitmen terhadap perbaikan sistem yang menitikberatkan pada kualitas aparat yang baik dan bersih juga menyadari pentingnya dan menjelaskan bahwa pemda memiliki semangat berusaha mengadakan pembenahan dengan mengadakan pembinaan mental bagi seluruh staf pemerintahan yang dilakukan secara berkesinambungan bisa dengan mengadakan forum rutin yang menghadirkan tokoh agama guna meningkatkan moral dan spiritual yang bertujuan untuk memberikan kesadaran secara moral akan dampak buruk dari korupsi. Semua usaha pemerintah sejatinya direncanakan dari elemen paling bawah, serta mengalokasikan dana secara berimbang, sehingga semua aspirasi masyarakat dapat tertampung dan terlaksana dalam kurun waktu APBD periode berjalan. Solusi lain bisa juga dengan mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi langsung mengawasi dan memberikan masukan membangun melalui SMS warga serta kotak pos saran tertentu atau telepon langsung dengan pusat pelayanan masyarakat. MM Partahian Harahap SE AK seorang pemerhati ekonomi rakyat kecil menengah yang tidak berada dalam kepentingan asosiasi  rekanan yang juga pernah menjadi aktivis program aksi pemberdayaan masyarakat tani secara nasional tahun 90-an yang dinilai teman-teman cukup vokal dan idealis wajar kalau sangat memahami fenomena yang terjadi ditengah masyarakat, menegaskan sekaligus mendukung bahwa pemerintah daerah mestinya berusaha melaksanakan transparansi sesuai kehendak UU negara, seperti dengan diadakannya lelang terbuka secara murni. Lelang terbuka yang memberikan kesempatan bukan hanya bagi asosiasi dari daerah bersangkutan, tapi juga memberikan kesempatan kepada asosiasi dari luar daerah untuk ikut berpartisipasi dan mempunyai hak yang sama. Melalui lelang terbuka ini, hanya asosiasi yang berkualitas tanpa memandang daerah asal yang akan keluar sebagai pemenang. Hal ini memberikan persaingan yang sehat dan kompetitif, yang merupakan bagian dari transparansi. Hal tersebut semata atas pemahaman UU negara karena sebagai warga negara yang sah tidak ada salah salahnya memberikan kontribusi buah pikir terhadap kemajuan negaranya sendiri Indonesia tercinta baik pusat maupun daerah, bukankah hal itu dilindungi UU yang dari sabang sampai merauke tentu masih berlaku, dengan penuh rasa nasionalisme berharap tidak ada lagi kemerdekaan lain yang berusaha menistai proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945. Serta orang-orang yang pernah memiliki pemikiran makar terhadap kemerdekaan bangsa kita sudah merupakan kewajiban bersama untuk melakukan pembinaan terhadap mereka melalui saluran apapun yang dianggab efektif untuk itu sehingga kembali sadar atas kewajiban sebagai warga negara dalam hal pembelaan negara sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945 bukan malah menjadi momok dalam perjalanan pembangunan bangsa dengan motif SARA budaya aneh dll. Salam NKRI?!

Mestikah Kearifan Lokal Menghambat Konsistensi Pemerintah Pusat & Daerah Dalam Menjalankan Sistem Pemerintahan Yang Baik Dan Transparan?

Nilai-nilai kearifan local itu katakanlah seperti unggah-ungguh yang menurut Dr Purwadi M.Hum dalam bukunya yang berjudul Ensiklopedi Adat-istiadat Budaya Jawa, merupakan hubungan bersama dengan orang lain yang tetap memperhatikan empan dan papan, waktu dan tempat, posisi dan status, jabatan dan kedudukan seseorang. ( Baca buku Purwadi, 2006), hormat terhadap orang tua atau yang dituakan, hormat terhadap darah biru dan lain sebagainya. Terkait dengan pemberantasan korupsi sebagai Konsistensi Pemerintah Pusat & Daerah dalam menjalankan sistem pemerintahan yang baik dan transparan sebagai tema dari kajian ini, terdapat nilai-nilai budaya yang pada situasi tertentu memiliki kontribusi terhadap usaha korupsi dan atau membantu prilaku korupsi dengan cara KKN. Beberapa prilaku  korupsi yang terdapat di masyarakat yang berhasil diidentifikasi teman-teman peneliti serta para pegiat anti korupsi melalui informasi dari para informan yang  dipublikasikan antara lain pemimpin yang tidak membayar kewajiban atas pelayanan publik karena bawahan enggan memintanya, penyimpangan pemimpin dan bawahan sulit menegurnya. Selain itu ada juga prilaku memotong prosedur alias  potong kompas yang seharusnya dan atau by pass di saat proses pelayanan berlangsung, seperti pembayaran pajak, ijin, pembuatan KTP dsb. Kasus-kasus lainnya seperti pemotongan biaya yang menjadi hak masyarakat ketika mendapatkan bantuan,  dan atau tambahan biaya dari yang seharusnya, namun rakyat  memilih diam dengan alasan menghindari konflik. Perilaku tidak berani menegur tanpa pandang bulu tidak bisa dilepaskan dari nilai kearifan lokal tadi. Kearifan lokal itu sering disebut dengan istilah jawa sebagai kejawen. Secara umum kejawen merupakan pengetahuan yang menyeluruh yang digunakan untuk menafsirkan kehidupan sebagaimana adanya atau sebagaimana rupanya. Kejawen menurut Mulder membagi dunia ke dalam dua konsepsi yaitu lahir (lair) serta batin (rasa). Kedua dunia itu menghiasi tatanan hidup yang merupakan keseluruhan yang teratur serta terkoordinasi yang harus diterima dan atau terhadapnya orang harus menyesuaikan diri semacam perlakuan terhadap bak Nabi dan atau Rasul palsu. Oleh karenanya muncul konsep lainnya seperti harus menerima, yang lahir sebagai konsepsi dari tahu tempat diri yang berarti percaya pada nasib serta berterima kasih kepada Tuhan dengan kacamata yang diragukan, karena seakan berpura-pura ada kepuasan dalam memenuhi apa yang menjadi bagiannya dengan kesadaran bahwa semua telah ditetapkan. Dalam prakteknya, menurut Mulder, tatanan kehidupan menempatkan orang tua sebagai wakilnya dan atau mereka berhak atas penghormatan serta kebaktian. Penghormatan kepada orang yang lebih tua dianggap sebagai penghormatan terhadap mereka yang lebih dekat dengan sumber kehidupan. Maka melanggar aturan itu seperti dengan menyakiti hati dan atau lainnya akan mendatangkan pembalasan berupa hukuman  (walat)  dari kekuatan gaib. Kejawen dan atau kejawaan sama halnya dengan pengertian Inggris Javaneseness / javanism (Echols, 193 dalam Mulder 1996)  . Kejawen lebih merupakan etika serta gaya hidup kejawaan ketimbang sebuah agama. Baca buku Mulder, Neils, “Pribadi dan Masyarakat di Jawa”, penerbit Pustaka Sinar Harapan!

Pandangan kejawen mengenal konsep hirarkis yang jelas, yang diperkuat juga oleh penjelasan Mulder, bahwa di dalam hubungan antar pribadi tidak ada dua orang yang sederajat. Akibatnya tidak mengherankan jika pembedaan-pembedaan itu tidak hanya terjadi berdasarkan tingkatan usia yang berbeda, namun lebih variatif lagi yaitu terjadi pada dimensi kehidupan sosial mereka seperti gagasan bahwa orang lebih tinggi kedudukannya agaknya lebih dekat kepada kebenaran, karena itu berhak dihormati  sekalipun keluarga jadi korban prilaku ketidakbenaran diri akhli keluarganya. Mulder menambahkan nilai rasa malu memperkuat sikap menahan diri serta membatasi diri, cenderung menghindar diri akan berkembang terutama dalam hubungan dengan orang yang dianggap lebih tinggi. Sikap ini setara dengan sungkan eyuh-pakeuh.  Dalam konteks hubungan atasan dengan bawahan, pemimpin harus bisa menguasai bawahan serta keadaan yang sampai kajian dirilis masih bertahan namun ironisnya terkesan tanpa harus mampu memperhatikan bawahan dan atau simpati (tepa selira) yang sudah mulai luntur karena mungkin juga akan jadi korban penguasaan bawahan yang kurang mendapat pengajaran tepa selira.  Sedangkan kebalikannya tidaklah selalu sama megingat bawahan selalu dituntut harus bisa mengukur tugas-tugasnya, sehingga jangan sampai menimbulkan kekurangajaran. Kondisi ini memunculkan jarak antara pemimpin dengan bawahan semakin jauh bahkan enggan untuk bertegur sapa dengan sebab yang tidak jelas dalam pandangan umum akhli curang biasa enggan dengan akhli kebenaran mungkin malu kalau kecurangannya akan tercium, kuatnya rasa takut sebagai rasa segan. Praktik-praktik korupsi dan atau kolusi yang sering ditemui dalam pemberitaan masmedia  sehari-hari sedikit banyak dapat dijelaskan oleh konsep budaya di atas. Rasa sungkan untuk menegur atasan yang membuat kesalahan prosedural dijadikan usaha menjalankan nilai-nilai kearifan lokal untuk menjaga tatatanan serta keharmonisan masyarakat dengan menghindari masalah, apalagi sampai menimbulkan konflik. Pada akhirnya sikap menerima juga ikut memperkuat toleransi yang terjadi terhadap penyimpangan-penyimpangan, karena dilihat sebagai kondisi yang sudah seharusnya terjadi. Akibatnya, situasi ini seringkali mengganggu tidak hanya bagi tatanan pemerintahan yang transparan, namun lebih personal sebagai sebuah godaan bagi integritas sebagai salah satu pilar jalannya transparansi menjadi penyimpangan nyata sebagai kesalahpahaman atas sumber kebenaran hakiki dari sang pencipta Yang Maha Kuasa Allah SWT tuhan semesta alam, sehingga budaya seperti diatas berpotensi menimbukan kerancuan dalam mengenal hal benar apalagi menegakkannya seolah menjadi jamak dan atau adanya standar hidup ganda yang tak jarang kontras dengan ajaran agama sebagai sumber kebenaran yang diguguh pendiri bangsa sebagai refresentasi cita-cita kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam dasar negara pancasila sila pertama yakni Ketuhanan Yang maha Esa. Yang kerab terjadi ke-Esa-anNya dan atau ke-Esa-anmu. Allohua’lam

Representasi Pancasila dan UUD 1945 Dasar Negara Sebagai Rambu dan/atau Koridor Pelaksanaan Otonomi Daerah

Prolog;

REPRESENTASI

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara dalam memaknai sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem representasi. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan, atau gambar) dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide tentang sesuatu. Makna sesuatu hal sangat tergantung dari cara individu merepresentasikannya. Dengan mengamati kata-kata yang digunakan dan imej-imej yang digunakan dalam merepresentasikan sesuatu bisa terlihat jelas nilai-nilai yang diberikan pada sesuatu hal tersebut. Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa bekerja, bisa dipakai 3 teori representasi sebagai usaha untuk menjawab pertanyaan : darimana suatu makna berasal, Atau bagaimana individu membedakan antara makna yang sebenarnya dari sesuatu dan atau suatu imej dari sesuatu:

Pertama adalah pendekatan reflektif. Di sini bahasa berfungsi sebagai cermin, yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada di dunia.

Kedua adalah pendekatan intensional, dimana manusia menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang terhadap sesuatu.

Ketiga adalah pendekatan konstruksionis. Dalam pendekatan ini dipercaya bahwa individu mengkonstruksi makna lewat bahasa yang dipakai.

PANCASILA

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta yaitu panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) UUD 1945. Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, namun tanggal 1 Juni sepakat diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

UUD 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD ’45, adalah hokum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959. Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

Kajian representasi Pancasila dan UUD 1945 dasar negara sebagai  rambu dan/atau koridor Pelaksanaan Otonomi Daerah

Otoda harus dipandang sebagai instrumen desentralisasi dalam rangka menjaga & mempertahankan keutuhan & keberagaman bangsa dengan tidak menyimpangkan konsep dasarnya dari pilar-pilar kehidupan berbangsa dan bernegara ( Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Thunggal Ikha, NKRI)

Otoda harus didefinisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah (WNI yang ada didaerah tanpa diskirminasi SARA karena daerah tidak diberi ruang gerak oleh UU untuk menyentuh SARA artinya daerah bukan kavlingan suku tertentu) dan atau bukan juga otonomi pemda melainkan otonomi bagi rakyat daerah melaui kepala daerah & DPRD sebagai pemerintah daerah (PEMDA). Dari Dimensi politik institusi PEMDA merupakan instrument pendidikan politik dalam rangka mengembangkan demokratisasi. Otoda dapat mencegah terjadinya sentralisasi dan atau kecenderungan sentrifugal dalam bentuk pemisahan diri. Adanya institusi pemda akan mengajarkan masyarakat untuk menciptakan kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Dari dimensi administratif  otoda mengisyaratkan Pemda untuk mencapai efisiensi & efektivitas dan ekonomis dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Sehingga memudahkan terwujudnya kesejahteraan masyarakat sebagai dimensi ekonomi

Daerah Otonom tidak memiliki kedaulatan atau semi kedaulaatan seperti di negara federal. Desentralisasi dimanisfestasikan dalam pembentukan Daerah Otonom dan penyerahan atau pengakuan atas wewenang pemerintahan di bidang tertentu Penyerahan atau pengakuan urusan pemerintahan terkaitdengan pengaturan dan pengurusan kepentingan masyarakat setempat sesuai prakarsa dan aspirasi masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten dan Kota lebih didasarkan kepada azas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Pengaturan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah (UU No. 32 TAhun 1956: UU No. 25 Tahun 1999; UU No.33 Tahun 2004) Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah Menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif,bertanggungjawab (akuntabel), dan pasti.

Mewujudkan sistem perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang mencerminkan pembagian tugas kewenangan dan tangjungjawab yang jelas antara Pempus & Pemda, mendukung pelaksanaan otoda yang transparan, memperhatikan partisipasi rakyat, dan pertangjungjawaban kepada rakyat, mengurangi kesenjangan antar daerah dalam pembiayaan otoda, dan memberikan kepastian sumber keuangan yang berasal dari wilayah ybs. Menjadi acuan dalam alokasi penerimaan negara bagi daerah Mempertegas sistem pertanggungjawaban oleh Pemda. Menjadi pedoman pokok tentang keuangan daerah.

Harapan dan/atau kekhawatiran MM Partahian H SE Ak sebagai anak bangsa putra daerah di riau terkait Otoda;

  1.  Berharap adanya Pemahaman yang seirama dari sabang sampai merauke  terhadap berbagai konsep dasar otonomi daerah dengan sosialisasi  yang  meluas dan mendalam.
  2. Adanya petunjuk yang jelas terhadap instrumen pelaksanaan yang belum tersedia, seperti UU, PP, Keppres, Kepmen, Perda, dan Kep. Daerah, Pedoman, standar yang jumlahnya pasti banyak, sama dengan banyaknya urusan yang ditangani oleh daerah.
  3. Semoga daerah bisa beradabtasi dengan isu globalisasi, transparansi, demokratisasi, HAM, dll.
  4. Perlu upaya sehingga rakyat mengerti prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab seharusnya dilaksanakan oleh rakyat, yang sejauh ini masih dilakukan oleh Pemda, yang seringkali melupakan aspek filosofi dari penyelenggaraan Otoda.
  5. Dalam aspek politik sangat prihatin, tampak adanya komitmen politik yang dituangkan dalam amandemen pasal 18 UUD 1945 yang ingin mengembangkan otonomi seluas-luasnya, sehingga pemahaman makna substantif dan otoda semakin kabur. Hal ini muncul karena adanya salah penafsiran terhadap beberapa pasal dalam UUD 1945 tentang otoda oleh kawan-kawan kita diparlemen.

Orang Yang Tidak Mengerti UU Apa Mungkin Bisa Memimpin Sesuai UU Sebagaimana CITA-CITA KEMERDEKAAN

Jauh sebelum kita merdeka model pemerintahan didaerah-daerah dari sabang sampai merauke sudah ada yang terbentuk secara alami sesuai tuntutan zaman dari masa ke masa, namun setelah merdeka hal demikian diatur sedemikian rupa yang dituangkan dalam bentuk UU dengan maksud dan tujuan agar tidak menyimpang dari cita-cita kemerdekaan dalam menyejahterakan masyarakat dengan pilar-pilar kebangsaan yang telah ditetapkan menurut UUD 1945. Sehingga model-model kepemimpinan sebelum merdeka yang berkembang sendiri-sendiri didaerah akan berangsur menyesuaikan dengan momen kemerdekaan yang diraih susah payah dengan campur tangan Allah SWT menuju persatuan Indonesia sebagaimana bunyi sumpah pemuda yang di ikrarkan dalam mengilhami kemerdekaan.
Perjalanan jauh sejarah model pemerintah daerah (PEMDA) sampai pada penerapan otonomi daerah (OTODA) di Indonesia perlu disosialisasikan secara mendalam dan atau membutuhkan perhatian kita menuju revisi yang lebih paripurna karena masih berpotensi disalah gunakan untuk mendiskreditkan seseorang dan atau RAS tertentu untuk kepentingan politik pribadi dan atau golongan ditanah air;
1. UU No. 1 tahun 1945: mengatur Pemda dimana ada 3 jenis daerah otonom : karesidenan, kabupaten dan kota.
2. UU No. 22 tahun 1948: mengatur susunan pemda yang demokratis 2 jenis daerah otonom :
daerah otonom biasa, dan otonom istimewa, dan 3 tingkatan daerah otonom :
propinsi, kab/kota & desa.
3. UU No. 1 tahun 1957: mengatur tunggal yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia.
4. UU No. 18 tahun 1965: menganut sistem otonomi seluas-luasnya.
5. UU No. 5 tahun 1974: mengatur pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pempus di daerah. Prinsip yang dipakai: bukan otonomi yang riil dan seluas-luasnya, tetapi otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Alasannya, pandangan otoda yang seluas-luasnya dapat menimbulkan kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI, dan tidak serasi dengan maksud & tujuan pemberian otonomi.
6. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemda perubahan mendasar pada format otoda dan substansi desentralisasi.
7. UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pempus dan pemda.
Butir 6 & 7 memiliki misi utama desentralisasi, yaitu pelimpahan wewenang dari pempus ke pemda, dan juga pelimpahan beberapa wewenang pemerintah ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi. Kemudian UU tersebut dianggap tidak sesuai dengan perkembagnan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otoda, sehingga diganti. Beberapa pertimbangan lainnya, memperhatikan TAP dan Keputusan MPR, a.l :
TAP MPR No.IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otoda; TAP MPR No.VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPA, DPR, dan MA pada sidang tahunan MPR RI Tahun 2002; Keputusan MPR No.5/MPR/2003 tentang Penugasan MPR RI untuk menyampaikan Saran Atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPA, DPR, dan MA pada sidang tahunan MPR RI Tahun 2003.
8. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pengganti UU No. 22 tahun 1999
9. UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerinah Pusat dan pemerintah Daerah UU No. 25 tahun 1999 Dalam melakukan perubahan UU, diperhatikan berbagai UU
yang terkait di bidang Politik dan Keuangan Negara, a.l :
UU NO. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD;
UU NO. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR, DPD;
UU NO. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Pres dan Wapres;
UU NO. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
UU NO. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
UU NO. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara
Amanat UUD 1945 menyatakan bahwa pemda berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas perbantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat ( WNI / tidak ada penekanan pada etnis tertentu karena tidak ada disebutkan)
Dengan demikian otoda daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, serta potensi & keberagaman daerah dalam sistem NKRI dengan tidak memplesetkan pada sistem etnis dan atau golongan tertentu karena dalam penyelenggaraan otonomi seharusnya sejalan dengan tujuan dan atau maksud pemberian otonomi itu sendiri, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (WNI) yang berada didaerah pelayanannya secara benar dan atau tepat guna.
Sebagai penutup, kita juga berharap para pemuda sebagai generasi penerus bangsa terutama para mahasiswa didaerah bisa belajar dengan benar sehingga dapat memahami hakekat, arti penting, dan atau prinsip-prinsip dasar penerapan pelaksanaan otonomi daerah (Otoda) dan desentralisasi, sehingga mampu menjelaskan hubungan otoda – desentralisasi dengan demokratisasi kepada masyarakat, serta memiliki komitmen untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan otoda secara kritis dan evaluative agar tidak menyimpang terpleset diskriminatif terhadap SARA dan atau golongan apalagi menyangkut warna kulit, jenis kelamin dan atau etnis yang tidak ada kaitannya dengan UU otoda itu sendiri.
Sumber hukum : Bukan pidato presiden
Pidato presiden : Bukan sumber hukum